PERAN PUBLIC RELATION ( PR ) DALAM
PEMASARAN KEMASAN BARU BERAS BULOG DALAM SACHET
Tentang Public Relation
Menurut
Marsefio S. Luhukay dalam Jurnal Scriptura (2008:19) Public Relations hadir sebagai suatu kebutuhan, kebutuhan untuk
menjembatani organisasi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders). Jembatan yang dibangun PR bukanlah jembatan keledai,
tetapi jembatan yang sungguh- sungguh
kokoh, berdiri atas dasar Trust, Honest,
dan Credibility. Public Relations ada, karena ada kepercayaan. Artinya
masyarakat percaya pada organisasi dan organisasi percaya pada masyarakat atas
dasar saling pengertian dan win-win
solution. PR membangun citra dan reputasi organisasi lewat opini public yang menguntungkan (favourable) melalui kaca mata publik
yang memotret aktivitas organisasi di media massa. Lewat citra dan reputasi
organisasi tetap dapat berdiri kokoh dalam ranah kompetisi yang sangat tajam
merebut pangsa pasar dan konsumen yang loyal pada produk dan servis dari
organisasi.
Public
Relations (PR) adalah fungsi manajemen yang membangun dan
mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan
public yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip,
Center, & Broom, 2009:6). Dalam buku “Effective
Public
Relations” Menurut
Rex
F. Harlow, dalam definisinya mencakup elemen konseptual dan operasional: Public Relations adalah fungsi manajemen
tertentu yang membantu membangun dan menjaga lini komunikasi,
pemahaman bersama, penerimaan mutual dan kerja sama antara organisasi dan
publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau manajemen isu; PR membantu
manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi terkini tentang opini
publik: PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk
melayani kepentingan publik; PR membantu manajemen tetap mengikuti perubahan
dan memanfaatkan perubahaan secara efektif, dan PR dalam hal ini adalah sebagai
sistem peringatan dini untuk mengantisipasi arah perubahan (trends); dan PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan
etis sebagai alat utamanya (Cutlip, Center, & Broom, 2009:9).
Definisi
Menurut (British) Institute of Public
Relations (IPR) PR adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana
dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good-will) dan saling pengertian antara
suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Definisi Menurut (Frank Jefkins)
PR adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke
luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai
tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Pertemuan asosiasi-asosiasi
PR seluruh dunia di Mexico City pada bulan Agustus 1978, mengahasilkan
pernyataan mengenai definisi PR sebagai berikut: ―Praktik PR adalah sebuah seni
sekaligus ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan,
Secara
etimologis, public relations terdiri dari dua kata, yaitu public dan relations.
Public berarti publik dan relations berarti hubungan-hubungan. Jadi, public
relations berarti hubungan-hubungan dengan publik. Menurut (British)
Institute
of Public Relations (IPR) (Jefkins, 2004: 9), public relations (PR) adalah
keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam
rangka menciptakan dan memelihara niat baik (goodwill) dan saling pengertian
antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.
Sedangkan
menurut Frank Jefkins (Jefkins, 2004: 10), Public Relations adalah semua bentuk
komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu
organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik
yang berlandaskan pada saling pengertian.
Pada
umumnya, tugas Public Relations dalam perusahaan (Rumanti, 2002: 39) adalah
sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab
atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui gambar (visual)
kepada publik.
2. Mempunyai
pengertian yang benar tentang organisasi atau perusahaan, tujuan serta kegiatan
yang dilakukan.
3.
Memonitor, merekam dan mengevaluasi
tanggapan serta pendapat umum atau masyarakat. Di samping itu, menjalankan dan
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat.
4. Memperbaiki citra organisasi. Bagi Public
Relations, menyadari citra yang baik tidak hanya terletak pada bentuk gedung,
presentasi, publikasi dan seterusnya. Tetapi, terletak pada (1) bagaimana
organisasi bisa mencerminkan organisasi yang dipercayai, memiliki kekuatan,
mengadakan perkembangan secara berkesinambungan yang selalu terbuka untuk
dikontrol dan dievaluasi; (2) dapat dikatakan bahwa citra tersebut merupakan
gambaran komponen yang kompleks.
5.
Tanggung jawab sosial. Public Relations
merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak
terhadap tanggung jawab tersebut. Suatu organisasi mempunyai kewajiban dalam
pelayanan sosial yang harus menjadi tanggung jawab.
6. Komunikasi. Public Relations mempunyai
bentuk komunikasi yang khusus, komunikasi timbal balik, maka pengetahuan
komunikasi menjadi modalnya.
Public
relations (PR) merupakan fungsi manajemen dan dalam struktur organisasi PR
merupakan salah satu bagian atau divisi dari organisasi ataupun perusahaan.
Karena itu, tujuan dari PR sebagai bagian struktural organisasi tidak terlepas
dari tujuan organisasi itu sendiri. Inilah yang oleh Oxley (Iriantara, 2004:
57) disebut sebagai salah satu prinsip public relations, yang menyatakan
―Tujuan public relations jelas dan mutlak memberi sumbangan pada objektif
organisasi secara keseluruhan‖. Oxley menyatakan tujuan public relations itu
sendiri adalah mengupayakan dan memelihara saling pengertian antara organisasi
dan publiknya.
Tujuan
kegiatan Public Relations tersebut, pada gilirannya akan memberi manfaat
terhadap organisasi. Prestise atau citra yang baik, misalnya akan memberi
manfaat yang sangat besar bagi organisasi, bahkan citra dan reputasi ini sering
disebut sebagai aset terbesar perusahaan. Karena itu, reputasi mendapat
perhatian yang sangat besar dan manajemen reputasi merupakan salah satu bagian
dari kegiatan Public Relations yang penting. Untuk mempertahankan bahkan
meningkatkan citra dan reputasi organisasi atau perusahaan dapat dilakukan
salah satunya dengan melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR)
atau tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangkaian kegiatan Public
Relations.
Menurut
―OFFICIAL STATEMENT OF PUBLIC RELATIONS‖
dari Public Relations Society of America dalam
(Cutlip, Center, & Broom, 2009:7) Fungsi PR mencakup hal-hal berikut:
1.
Memperkirakan, menganalisis, dan
menginterprestasikan opini dan sikap publik, dan isu–isu yang mungkin
mempengaruhi operasi dan rencana organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun
baik.
2.
Memberikan saran kepada manajemen di semua
level di dalam organisasi sehubungan dengan pembuat keputusan, jalannya
tindakan, dan komunikasi dan mempertimbangkan ramifikasi publik dan tanggung
jawab sosial atau kewarganegaraan organisasi.
3.
Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi
secara rutin program- program aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman
publik yang dibutukan untuk kesuksesan organisasi. Ini mungkin mencakup program
marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunitas atau hubungan
pemerintah, dan program-program lain.
4.
Merencanakan dan mengimplementasikan usaha
organisasi untuk mempengaruhi atau mengubah kebijakan publik.
5.
Menentukan tujuan, rencana, anggaran,
rekrutmen dan training staf, mengembangkan fasilitas ringkasnya, mengelola
sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan semua hal tersebut.
6.
Contoh-contoh ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan dalam praktik PR profesional adalah seni komunikasi, psikologi,
psikologi sosial,
Beras
Bulog Kemasan Baru
Sachet
PT Perum
Bulog mulai mengenalkan beras dengan merek KITA dalam ukuran 200 gram atau
sachet. Biasanya beras dengan merek kepunyaan Bulog ini berukuran 5-10 kilogram
(kg).
Pemasaran
beras sachet ini dimaksudkan memotong langsung mata
rantai distribusi beras yang selama ini sangat panjang. Dengan demikian, beras
yang dinilai tetap berkualitas meski dalam ukuran sachet ini bisa dinikmati
dengan harga murah oleh masyarakat.
Pasalnya,
dengan dibanderol 2.500 per sachet maka setiap masyarakat dari kalangan bawah hingga
atas bisa menikmatinya. Hal ini juga untuk memastikan ketersediaan pasokan
beras di masyarakat oleh Bulog.
Berikut
fakta-fakta mengenai beras sachet yang dirangkum media berita online Okezone
1. Harga
Rp2.500 dengan ukuran 200 gram
Direktur
Utama Perum Bulog Budi Waseso menyatakan, beras sachet dijual dengan ukuran 200
gram seharga Rp2.500 per bungkus. Beras ini pun memiliki kualitas premium. Pria
yang akrab dipanggil Buwas ini juga menilai ukuran 200 gram dapat menjadi 3
porsi piring. "Satu sachet itu kalau dimasak bisa jadi 3 (porsi)
piring," katanya di Gudang Bulog Divre DKI Jakarta, Rabu 6 Juni 2018.
2. Beras
sachet dijual di warung-warung
Buwas
menyatakan, beras kemasan ini bisa dibeli pada toko-toko ritel BUMN dan ritel
keseluruhan pasar. Sementara untuk kualitasnya, tentu dijamin yang terbaik.
"Itu
hanya kemasan 200 gram, yang harganya relatif murah tapi terjamin kualitasnya
dan itu nanti ada di warung-warung rokok, di warung kecil ada," kata dia
di Blok M, Jakarta, Selasa, 8 Mei 2018." Ujarnya.
3. Beras
sachet sudah diproduksi di Jawa dan Sulawesi
Direktur
Pengembangan Bisnis dan Industri Perum Bulog Imam Subowo mengatakan, saat ini
banyak terdapat di Jawa Barat Jawa Timur, Jawa Tengah, dan meluas ke Sulawesi
Selatan. Menurutnya, beras sachet diminati masyarakat, hal ini ditandai dengan
peningkatan produksi.
"Di Jawa
Barat produksinya sudah sangat tinggi, kemudian gerak ke Jawa Tengah, Jawa
Timur juga sudah produksi. Dan Sulawesi Selatan sudah produksi, artinya
tanggapan atau respon masyarakat dengan beras renceng ini cukup bagus,"
ujarnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (9/7/2018).
Untuk saat
ini, di Jawa Barat terdapat sekira 11 ton beras sachet, sedangkan di Jawa Timur
sebanyak 8 ton. Angka ini pun dapat bertamba seiring dengan banyaknya permintaan
masyarakat ke depan.
4. Dalam
waktu dekat NTB dan Bengkuli produksi beras sachet
Imam
menyatakan, dalam waktu dekat produksi beras dengan merek KITA yang berukuran
kecil ini, akan juga dilakukan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bengkulu.
“Dalam waktu
dekat NTB, Bengkulu juga sudah akan mulai produksi,” katanya.
5. September
2018 beras sachet dijual di seluruh Indonesia
Iman
menyatakan beras yang dijual di warung-warung kelontongan ini akan dilakukan
secara merata di seluruh Indonesia pada September 2018.
Perum Bulog
Pastikan Stok Beras Bulan Ramadan Aman
"September
harus sudah semua, karena memang baik kemasan juga mesinnya harus kita jaga,
sehingga September sudah harus semua (seluruh Indonesia). Tapi intinya kita
akan tambah terus," ungkapnya.
6. Pengusaha
siap ikuti kebijakan pemerintah jual beras sachet
Ketua Umum
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, tentu
peritel modern akan mengikuti apa yang diputuskan pemerintah terkait penjualan
beras sachet.
"Prinsip
di anggota ritel menjual 5 kg tapi kalau sachet-nya di bawah 5 kg itu menurut
kami sebagai salah satu strategi untuk membuat memenuhi kebutuhan masyarakat
yang mendapat income mingguan dan ini semangat penting membeli beras ukuran
tertentu dibanding yang memiliki income bulanan. Jadi ini startegi
market," tuturnya di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin 4 Juni 2018.
Menanggapi kebijakan tersebut, Bulog Divisi Regional
Jawa Barat (Divre Jabar) mengaku optimistis beras dengan kemasan renceng akan
mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat. Alasannya, selain kemasan
efisien, harga untuk satu kemasan beras relatif terjangkau.
”Masyarakat yang kurang mampu apalagi mahasiswa
kemungkinan banyak yang minat,” kata Kepala Perum Bulog Divre Jawa Barat,
Makmun kepada Jabar Ekspres kemarin (10/7).
Makmun mengungkapkan, beras kemasan renceng merupakan
beras bagus dengan kualitas premium super. Menurutnya, untuk kemasan 200 gram
harga beras tersebut terbilang murah karena hanya dibanderol dengan harga Rp 2.500
per-sachet. Selain itu, satu sachet beras tersebut juga diklaim mampu mencukupi
kebutuhan tiga orang.
”Kalau membeli lima sachet atau satu kilogram,
harganya Rp12.500. Harga tersebut juga sudah termasuk laba bagi distributor,”
kata dia.
Dikatakan Makmun di Jawa Barat sendiri saat ini
terdapat tiga daerah yang memproduksi beras tersebut, yakni Karawang, Cirebon
dan Ciamis. Sementara untuk ujicoba pemasaran, lanjut dia, pihaknya sudah
melakukannya sejak awal Juli dan akan dilakukan hingga Agustus 2018 mendatang.
”Uji cobanya
dari awal Juli dan Agustus. Sementara untuk peluncuran massal akan kami lakukan
bulan September ke seluruh Jawa Barat,” kata dia.
Selama ujicoba yang dilakukan pihaknya, kata Makmun,
beras kemasan tersebut hanya dijual dan dipasarkan di tiga daerah produksi,
yaitu Karawang, Cirebon dan Ciamis. Sementara untuk penjualan dengan pasar yang
lebih luas, lanjut dia, baru akan dilakukan setelah memenuhi semua proses
perizinan.
”Untuk masyarakat umum produk ini harus dikenalkan
lebih dulu, dan sosialisasi masih terus dilakukan. Perizinan juga masih dalam
tahap proses,” kata dia.
Pemasaran beras sachet setelah Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur kemudian Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bengkulu akan
memulai produksi beras sachet tersebut. Bulog optimistis pada September nanti
beras sachet tersebut bisa dipasarkan ke seluruh Indonesia. (mg1/ign)
Beras bulog
dalam kemasan ini di diciptakan sebagai pemotong langsung mata rantai
distribusi beras yang selama ini sangat panjang. Dengan demikian, beras yang
dinilai tetap berkualitas meski dalam ukuran sachet ini bisa dinikmati dengan
harga murah oleh masyarakat.
Jika solusi
lain yang harus dicari dan ditemukan untuk dapat memecahkan masalah tersebut
maka untuk mendapatkannya para PR harus menelaah beberapa hal :
Konflik Agraria
penyebab
utama dari masalah ini adalah kurang nyatanya sebuah kata – kata bahwa
Indonesia adalah negara agraris. Keserakahan para pengusaha besar yang berlomba
– lomba memiliki lahan yang luas dan melakukan apapun untuk mendapatkannya, tak
kecuali dengan mengambil hak para petani secara paksa.
Lahan Bertani
mereka yang didapat secara turun – temurun dari keluarganya di rampas seketika
dengan biaya ganti yang tidak setimpal. Mengadu kepada pemimpin daerah pun
sering tak di gubris. Contoh konflik masalah yang pernah terjadi adalah
pembangunan real estate oleh PT Pertiwi Lestari di Teluk Jambe, Karawang dan
pembangunan pabrik semen di Rembang
Pada Konflik agraria ini, Presiden RI Joko
Widodo melakukan pembagian
sertifikat yang gencar sebagai
langkah awal. Salah satunya di Sawahlunto, Sumbar. Jika pemerintah bertekad untuk
memperbaiki penataan agraria maka harus dilanjutkan dengan program ekonomi
pemberdayaan masyarakat sehingga produktivitas dan keterikatan antara pemilik
sertifikat dengan pemiliknya tidak terputus. Namun pembagian sertifikat ini belum optimal dalam menekan
angka konflik agraria. Catatan KPA menyebutkan pada 2017 lalu, konflik agraria
tercapat 659 kejadian dengan luas lahan 520.491,87 hektare dan melibatkan
sebanyak 652.738 kepala keluarga (KK).
Sebelumnya, aktivis kehutanan Tosca
Santoso menyebut, Presiden Jokowi pernah menargetkan 12,7 juta hektare hutan
negara untuk perhutanan sosial. Tetapi target itu dianggap terlalu ambisius,
sehingga Januari 2018 lalu Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Siti Nurbaya
mengumumkan target yang lebih mungkin dicapai: sampai 2019, sebanyak 4,3-5,1
juta ha hutan negara akan diberikan kepada petani.
Kalau di akhir masa kepemimpinannya 2019
nanti, 5 juta hektare berhasil dibagikan untuk perhutanan sosial, ia melanjutkan,
itu kira kira 2,5 juta keluarga tani mendapat akses lahan. Jumlah keluarga tani
bisa lebih banyak, mengingat tak semua mendapatkan 2 hektare per keluarga.
"Ini capaian yang luar biasa untuk mengubah penguasaan lahan di desa; dan
meningkatkan kesejahteraan petani," ujar Santoso.
Program Reforma Agraria
Beberapa pakar bahkan hanya menulisnya
sebagai reforma tanah (land reform), sehingga reformasi yang diperlukan
ditafsirkan secara sempit, yaitu yang terkait dengan aspek pertanahan.
Prof. Boedi Harsono, sebagai salah satu
pengguna terminologi land reform, menyebutkan bahwa land reform meliputi
perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang bersangkutan dengan pengusahaan tanah. Reforma agraria atau land
reform, bahkan sebelum tahun 1960, telah menjadi dasar perubahan-perubahan
dalam struktur pertanahan hampir di seluruh dunia. Prinsipnya adalah
tanah-tanah agraria harus secara aktif diusahakan sendiri atau dipakai oleh
pemiliknya. Prinsip tersebut diatur secara tegas di dalam undang undang pokok
agraria tahun 1960 (UUPA) yang menyebutkan bahwa setiap orang dan badan hukum
yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan
mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara
pemerasan. Agar asas tersebut dapat diwujudkan, undang-undang menjelaskan
perlunya ketentuan-ketentuan khusus terkait, misalnya ketentuan tentang batas
minimum luas tanah yang harus dimiliki oleh petani, supaya ia mendapat
penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri sendiri dan keluarganya,
ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah yang boleh dipunyai dengan hak
milik, agar dicegah tertumpuknya tanah di tangan golongan-golongan tertentu.
UUPA kemudian menjelaskan bahwa pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui
batas tidak diperkenankan, karena hal yang demikian merugikan kepentingan umum.
Selain itu, ketentuan reforma agraria juga perlu dibarengi dengan pemberian
kredit, bibit dan bantuan-bantuan lain dengan syarat-syarat yang ringan,
sehingga pemiliknya tidak akan terpaksa bekerja dalam lapangan lain, dengan
menyerahkan penguasaan tanahnya kepada orang lain. Dengan demikian, melihat
pengertian yang diberikan undang-undang, jelas bahwa reforma agraria
memprioritaskan restrukturisasi kepemilikan tanah (redistribusi), khususnya hak
milik, agar dapat memberikan para petani kesejahteraan, dibarengi dengan
insentif-insentif lain agar para petani dapat terus bertani, tanpa menyerahkan
penguasaan tanahnya kepada pihak lain. Keduanya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan.
Asas mengenai batasan kepemilikan tanah bagi
petani kemudian diatur lebih lanjut melalui undang-undang tentang penetapan
luas tanah pertanian yang terbit beberapa bulan setelah undang-undang pokok
agraria (UU PLTP). Undang-undang tersebut mengatur bahwa seorang atau satu
keluarga hanya diperbolehkan menguasai tanah-pertanian, baik miliknya sendiri
atau kepunyaan orang lain, ataupun miliknya sendiri bersama orang lain, dengan
luas maksimum 20 Ha untuk tanah kering atau 15 Ha untuk sawah, di daerah yang
tidak padat. Pada daerah-daerah yang padat, luas maksimum tersebut diberikan
antara 6 sampai 12 Ha untuk tanah kering dan 5 sampai 10 Ha untuk sawah.
Terkait redistribusi tanah, sebagai pelaksanaan dari ketentuan reforma agrarian
pada UUPA, pemerintah telah mengeluarkan peraturan pemerintah di tahun 1961
tentang pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian. Tanah-tanah
yang dalam rangka pelaksanaan land reform akan dibagikan (redistribusi) antara
lain, tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum yang diizinkan sebagaimana
diatur UU PLTP, tanah-tanah yang diambil oleh pemerintah karena pemiliknya
bertempat tinggal di luar daerah, tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja yang
telah beralih kepada negara, dan tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh
negara. Redistribusi tanah itu diikuti dengan pemberian hak atas tanah dan
kemudian didaftarkan, sehingga kantor pertanahan akan membuat buku tanah dan
kepada pemegang haknya diberikan sertipikat tanah. Dr. Bernhard Limbong menyebutkan
beberapa tantangan reforma agraria yang perlu diatasi, yaitu perangkat hukum
yang sektoral dan tidak memadai, politik pertanahan yang sudah bergeser dari
semangat kerakyatan ke kapitalisme dan neoliberalisme, kendala dalam
pendistribusian tanah, pergeseran nilai tanah yang mendorong munculnya para
spekulan, tumpang tindih kebijakan pusat-daerah, dan tata ruang wilayah yang
belum memadai. Pemerintah perlu menjawab dan membenahi tantangan-tantangan
tersebut agar pelaksanaan program reforma agraria dapat berjalan sesuai dengan
maksud dan tujuan pembuat UUPA sedari awal.
Penyelenggaraan sertifikasi tanah adalah
tantangan tersendiri yang berbeda dengan tantangan pemerintah dalam mewujudkan
reforma agraria, meskipun saling terkait. Kementerian Agraria menargetkan bahwa
sertifikasi tanah di seluruh Indonesia akan selesai di tahun 2025. Target ini
berani dan sangat baik. Sudah saatnya seluruh tanah di Indonesia didaftarkan
sehingga akan memudahkan investor/pembeli dalam melakukan pembelian, bahkan
instansi pemerintahan, dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Pendaftaran tanah juga dapat meminimalisir spekulan tanah yang dapat
mendistorsi harga pasar yang berlaku pada saat pengadaan tanah, yang juga salah
satu tantangan program reforma agraria.
Untuk mewujudkan program sertifikasi tanah
tersebut, pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan mengenai program
nasional agraria melalui pendaftaran tanah secara sistematis (prona) dan
percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap. Keduanya
diterbitkan di tahun 2016. Kedua peraturan tersebut diterbitkan untuk
memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah rakyat
secara adil dan merata. Pembiayaan terkait prona dapat diperoleh melalui
anggaran pendapatan dan belanja negara atau daerah (APBN/D). Sedangkan,
pembiayaan terkait percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah dapat diperoleh
melalui penerimaan negara bukan pajak Kementerian Agraria, daftar isian program
anggaran, APBD, penerimaan lain yang sah, berupa hibah atau pinjaman, juga
pembiayaan melalui program tanggung jawab sosial korporasi. Ketentuan ini
sejalan dengan berita pada harian TheJakartaPost tanggal 21 Maret kemarin, yang
menyebutkan bahwa pemerintah DKI Jakarta telah menyetujui untuk menganggarkan
Rp 100 miliar untuk sertifikasi tanah di Ibukota Jakarta dan menyetujui untuk
menghilangkan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan untuk sertifikasi tanah
yang nilai jual objek pajak-nya kurang dari Rp 2 miliar. Selain itu,
Kementerian Agraria juga akan mendorong perolehan dana melalui program tanggung
jawab sosial korporasi.
Reforma agraria berfokus pada restrukturisasi
pemilikan dan penguasaan tanah. Program tersebut merupakan visi pendiri Negara
dan pembuat UUPA. Visi tersebut mulia dan perlu didukung oleh setiap insan
Indonesia. Berbagai tantangan reforma agraria, termasuk tantangan penyelesaian
sertifikasi tanah tahun 2025, perlu dipetakan dan dipikirkan solusinya.
Harapannya, tujuan reforma agraria, memperkuat dan memperluas pemilikan tanah
untuk seluruh rakyat Indonesia, terutama kaum petani, terwujud.
Presiden
Jokowi telah menetapkan reforma agraria sebagai bagian dari Rencana Kerja
Pemerintah tahun 2017 dalam Perpres No 45/2016 pada 16 Mei 2016. Terdapat 5
(lima) Program Prioritas terkait Reforma Agraria : 1) Penguatan Kerangka
Regulasi dan Penyelesaian Konflik Agraria ; 2) Penataan Penguasaan dan
Pemilikan Tanah Obyek Reforma Agraria ; 3) Kepastian Hukum dan Legalisasi
atas Tanah Obyek Reforma Agraria ; 4) Pemberdayaan Masyarakat dalam
Penggunaan, Pemanfaatan dan Produksi atas Tanah Obyek Reforma Agraria ;
dan 5) Kelembagaan Pelaksanaan Reforma Agraria Pusat dan Daerah.
Presiden
Jokowi memerintahkan untuk segera mempercepat program ini, dengan fokus
distribusi lahan pada buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem
yang memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar.
“Semangat
reforma agraria adalah terwujudnya keadilan dalam penguasaan
tanah kepemilikan, penggunaan, dan pemanfataan tanah wilayah
dan sumber daya alam,” demikian arahan Presiden.
Kebijakan Pemerintah dalam Penataan Agraria
Kebijakan dalam penataan agraria ada yang
mengalami suatu perubahan. Pertama, perubahan jenis hak atas tanah. Semula
dalam UU tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) 1960, dikenal
beberapa jenis hak, seperti hak milik, hak pakai, hak guna bangunan (HGB), dan
hak guna usaha (HGU). Dalam konsepsi baru ini, jenis hak itu disederhanakan
menjadi hanya terdiri dari hak milik dan hak pakai. Idenya, HGB dan HGU akan
menjadi hak pakai untuk bangunan dan hak pakai untuk usaha. Kedua, introduksi
(mungkin tepatnya formalisasi pengakuan) masyarakat (hukum) adat dan
penguasaannya atas tanah ulayat. Sebagai pelaksana hak menguasai tanah negara,
pemerintah dapat menetapkan berdasarkan syarat tertentu, keberadaan masyarakat
(hukum) adat tertentu, di wilayah tertentu, dan menetapkan bidang tanah
tertentu sebagai hak adat (ulayat) yang dikuasai masyarakat hukum adat
dimaksud. Ketiga, pencabutan (bagian) hak atas tanah yang dinyatakan sebagai
”telantar”, yang oleh pemerintah akan disediakan antara lain sebagai
(dijadikan) obyek kebijakan reforma agraria (dalam RUU didefinisikan sebagai
penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, atau pemanfaatan
tanah yang berkeadilan disertai penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Singkatnya: dibagikan kepada rakyat). Ketiga contoh tadi pastilah menggambarkan
tekad politik pertanahan yang baru. Selain keinginan untuk lebih menampilkan
cita kesejahteraan dan menyederhanakan administrasi pertanahan, introduksinya
agaknya juga dimaksudkan untuk merefleksikan keinginan mewujudkan pengaturan
yang berbasis tatanan sosial yang dahulu dikenal dalam masyarakat adat. Namun,
sebaik-baik konsepsi dan tujuannya, yang tidak kalah penting adalah kesiapan
elaborasi kebijakan baru tersebut, pranata dan implementasinya. Yang banyak
diharapkan tentunya pelaksanaan yang mulus dan sejauh mungkin tidak menimbulkan
persoalan baru, tidak menyebabkan kegaduhan, bahkan tidak menimbulkan kesulitan
baru utamanya bagi rakyat dan dunia usaha. Justru di tiga bagian itulah
diperlukan kewaspadaan! Salah satu sebabnya sejauh ini memang belum jelas benar
bagaimana kira-kira elaborasi konsepsi tadi, berikut operasionalisasinya. Ambil
contoh soal penyederhanaan jenis hak atas tanah. Demi kepastian hukum, pastilah
akan diperlukan yang namanya penyesuaian atau proses perubahan atau
transformasi dari HGU dan HGB menjadi hak pakai tadi. Bukan saja diperlukan
perlakuan dan jangka waktu transisi, melainkan juga proses administrasi yang
akan berlangsung. Berapa banyak HGU dan HGB yang harus dikonversi berikut
penyelesaian sertifikat haknya? Kesiapan aspek administrasi ini sebaiknya tidak
dipandang enteng, apalagi disepelekan. Bukankah masih begitu banyak bukti
penguasaan atau pemilikan tanah yang sampai sekarang pun masih sangat banyak
yang belum terselesaikan proses dan sertifikasinya? Bagi dunia usaha yang
berbasis pemanfaatan lahan, masalah itu menjadi sangat penting. Bagi kalangan
dunia usaha, proses penyelesaian hak atas tanah untuk usaha yang ada saat ini
pun masih banyak yang belum tuntas meski sudah bertahun-tahun diurus. Bagi
dunia usaha, soal penyesuaian/ transformasi kebijakan baru tersebut akan
menjadi proses baru yang tidak mudah, baik dari sisi waktu, tenaga, maupun
biaya.
Peran PR dalam Pemasaran Beras Bulog Kemasan Sachet
Dalam pemberian solusi final beras bulog
kemasan sachet untuk masalah memotong
langsung mata rantai distribusi beras yang selama ini sangat panjang menjadikan
beras yang dinilai tetap berkualitas meski dalam ukuran sachet ini bisa
dinikmati dengan harga murah oleh masyarakat dan juga solusi ini diberikan
untuk masalah banyaknya permintaan penurunan harga beras sebagai bahan makanan
pokok di indonesia. Maka dari itu pencarian solusi sebaiknya berasal dari
pengamatan yang mendasar. Dari banyaknnya konflik agraria yang sebagian besar berasal
dari korporasi sehingga Presiden Joko Widodo memberikan suatu ketetapan untuk
membagikan sertifikat bagi banyaknya pemilik tanah sebagai langkah awal
meyakinkan para masyarakat bahwa pemerintah juga mempedulikan mereka. Dengan program reforma agraria yang sudah
ditetapkan dan juga kebijakan pemerintah dalam pemetaan yang selalu di revisi
sehingga dapat menyesuaikan dengan keadan yang terus berkembang.
Juga beras sachet ini layak menempati
pasar dan layak dikenal banyak masyarakat jika pemerintah juga tetap
mengusahakan untuk mengurangi konflik agraria dengan penanganan pembentukan
program reforma agraria dan kebijakan penataan agraria yang tepat. Namun,
pemberian sertifikat harus terus dilaksanakan secara menyeluruh dan tepat. Beras sachet dapat menjadi hal
yang pokok untuk di kampanyekan kepada masyarakat jika pemerintah berhasil
menurun kan harga beras dan produksi beras bulog dengan pengemasan sachet juga
di usahakan jangan sampai menjadi pokok pendistribusian kemasan beras. Hanya sebagai
varian lain pilihan kemasan beras bulog. Jika terlalu banyak akan membuat
sampah plastik akan semakin menggunung dan malah akan membuat drama baru di
kemudian hari dengan masalah plastik dari beras sachet ini atau plastiknya
terbuat dari bahan yang mudah hancur dalam tanah.
Solusi ini sebenernya bisa dikatakan
sebagai kebijakan untuk menutupi kebijakan yang lain seperti kebijakan
penurunan harga beras yang belum bisa terpenuhi dengan kebijakan varian kemasan
beras ini dan peran PR disini juga harus menyiapkan sesuatu seperti “ Cadangan
“ sehingga PR harus bekerja lebih untuk solusi ini selain menyiapkan “ Isu “ yang
tepat untuk mengkomunikasikan kepada publik.
DAFTAR REFERENSI
Uly, Yohana Artha. Jurnalis · 2018 . Fakta-Fakta
Penjualan Beras Sachet Rp2.500 Milik Bulog.online. Tersedia : https://economy.okezone.com/read/2018/07/09/320/1920103/fakta-fakta-penjualan-beras-sachet-rp2-500-milik-bulog.
[ 26 Juli 208 ]
.2016.Presiden Jokowi: Reforma
Agraria untuk Atasi Ketimpangan, Kemiskinan, dan Konflik. Online. Tersedia :
http://presidenri.go.id/program-prioritas-2/presiden-jokowi-reforma-agraria-untuk-atasi-ketimpangan-kemiskinan-dan-konflik.html. [ 26 Juli 2018 ]
Bhawono, Aryo.2018. Pembagian Sertifikat
Tanah Belum Tekan Angka Konflik Agraria.online.Tersedia : https://news.detik.com/berita/d-3932134/pembagian-sertifikat-tanah-belum-tekan-angka-konflik-agraria. [ 26 Juli 2018 ]
Galih,Bayu.2017. Kebijakan Baru
Pertanahan.online.Tersedia : https://nasional.kompas.com/read/2017/03/30/18482971/kebijakan.baru.pertanahan. [ 26 Juli 2018 ]
Leks, Edy.2017.Reforma Agraria.online.tersedia : . http://eddyleks.blog.kontan.co.id/2017/04/03/reforma-agraria/. [26 Juli 2018 ]
Comments
Post a Comment